Scroll untuk baca artikel
Kabar Indo

Ditolak Malaysia, Dicabut Indonesia: Nasib Seorang Wanita Tanpa Kewarganegaraan di Sumbar

×

Ditolak Malaysia, Dicabut Indonesia: Nasib Seorang Wanita Tanpa Kewarganegaraan di Sumbar

Sebarkan artikel ini

Suarabmi.co.id – Kisah pilu menimpa Nur Amira (43), perempuan yang kini kehilangan status kewarganegaraan dan menghadapi ancaman deportasi ganda antara Indonesia dan Malaysia. Putrinya, Zahira (15), meminta agar ibunya tidak dipisahkan darinya dalam pusaran aturan dua negara.

Sejak 19 September 2025, Amira mendekam di ruang detensi Kantor Imigrasi Agam setelah status KTP dan NIK-nya dicabut oleh Disdukcapil dan Ditjen Dukcapil. Pemerintah memandangnya sebagai WNA ilegal, meskipun ia telah tinggal di Payakumbuh selama 28 tahun sejak usia 8 tahun bersama ibu dan ayah tirinya.

“Saya ke sini dulu itu dibawa oleh ibu saya bersama ayah tiri saya ketika umur saya baru sekitar delapan tahun pada tahun 1996,” kata Amira, dikutip suarabmi.co.id dari BBC Indonesia. Ia menyebut bahwa saat itu ia memiliki paspor dan akta kelahiran Malaysia.

Amira mendapatkan KTP dan NIK Indonesia setelah dimasukkan dalam Kartu Keluarga ayah tirinya pada 2006. Ia menggunakan dokumen itu untuk ikut pemilu dari 2009 hingga 2019. Ia menikah dengan warga negara Indonesia pada 2009, lalu bercerai pada 2015, dan dikaruniai seorang anak bernama Zahira.

Masalah muncul pada 2024 ketika seseorang melaporkan status kewarganegaraannya ke Imigrasi. Amira dipanggil dan kemudian dideportasi ke Malaysia pada 25 Oktober 2024. Namun, otoritas Malaysia menolak kedatangannya karena datanya telah digunakan oleh orang lain. Ia sempat ditahan dua bulan di sana sebelum akhirnya dikembalikan ke Indonesia dengan SPLP (Surat Perjalanan Laksana Paspor) yang diterbitkan KJRI Johor Bahru.

Setibanya di Indonesia, SPLP itu dicabut dan Amira kembali ditahan oleh Imigrasi Agam. Ia mendapati bahwa data kependudukannya telah diblokir dan status kewarganegaraannya dinyatakan hilang.

“Kalau dari pernyataan pemerintah Malaysia katanya memang ada yang memiliki data tersebut, tapi bukan saya,” kata Amira. Ia mengaku tidak mengenal orang yang menggunakan identitasnya itu.

Nasib Zahira pun ikut terombang-ambing. Remaja kelas 9 ini memilih tidak mengikuti ujian tengah semester untuk menjaga rumah dan peternakan burung puyuh yang sebelumnya diurus ibunya. “Perasaan Zahira saat mama pergi ke sana itu sudah tidak enak. Mama tidak pulang lagi dan tidak bisa bersama Zahira. Zahira sangat takut kehilangan mama lagi seperti tahun lalu,” ujarnya.

Zahira sempat mengirim surat kepada Kepala Imigrasi Agam dan Ombudsman Sumbar agar ibunya tidak dideportasi lagi. Dukungan datang dari LBH Padang, Komnas HAM Sumatera Barat, serta sejumlah aktivis. Kuasa hukum Amira, Elfin Mahendra, menyatakan bahwa anggota keluarga bisa menjadi penjamin dan proses administratif harus mempertimbangkan hak anak.

Kepala Kantor Imigrasi Agam, Putu Agus Sugiarto, menyebut Amira lahir di Melaka, Malaysia, dengan nama Noor Amira binti Ramli. Saat ini, pihaknya menunggu dokumen dari Konsulat Jenderal Malaysia di Medan untuk melaksanakan prosedur deportasi.

Sementara itu, Kepala Kantor Imigrasi Sumbar, Nurudin, mengatakan bahwa Amira sebenarnya bisa menjadi WNI melalui mekanisme pewarganegaraan karena pernah menikah dengan WNI, merujuk pada Pasal 19 UU Kewarganegaraan RI.

Kasus ini menyoroti masalah orang tanpa kewarganegaraan (stateless) di Indonesia. Meski prosedur hukum tetap berjalan, banyak pihak menilai bahwa penyelesaian persoalan ini harus mengedepankan pendekatan kemanusiaan, terutama karena menyangkut keberlangsungan hidup seorang anak.***

Ikuti Berita Terbaru dan Pilihan Kami
Dapatkan update berita langsung melalui aplikasi WhatsApp dengan bergabung di Suarabmi.co.id WhatsApp Channel. Pastikan kamu telah menginstal aplikasi WhatsApp untuk mendapatkan informasi terkini.

==