Kabar BMI

Turut Berduka: 2 TKI Ilegal di Arab Saudi Meninggal, 2 Sakit, dan 2 Dipulangkan

×

Turut Berduka: 2 TKI Ilegal di Arab Saudi Meninggal, 2 Sakit, dan 2 Dipulangkan

Sebarkan artikel ini

Suarabmi.co.id – Pemberangkatan tenaga kerja migran secara ilegal dari Indonesia sering kali mengakibatkan masalah yang serius. Di Kabupaten Kuningan, setidaknya enam Pekerja Migran Indonesia (PMI) harus kembali ke kampung halaman mereka pada tahun 2024 ini.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Kuningan, Dudi Pahrudin, melalui Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja dan Informasi Pasar Kerja, Yanto Chrisdianto, mengungkapkan bahwa dari enam PMI yang terlibat, dua di antaranya telah meninggal, dua lainnya dalam keadaan sakit, dan dua lagi sedang dalam proses pemulangan.

“Di antara dua PMI yang meninggal, satu sudah dipulangkan, sedangkan yang lainnya harus dimakamkan di Arab Saudi karena keluarga tidak mampu menanggung biaya pemulangan yang cukup tinggi,” kata Yanto kepada detikJabar baru-baru ini, dikutip suarabmi.co.id dari Detik.

Dari informasi yang disampaikan Yanto, semua PMI yang bermasalah tersebut adalah wanita yang bekerja di Arab Saudi sebagai pembantu rumah tangga melalui jalur ilegal. Setelah bekerja beberapa waktu, mereka menghadapi berbagai kendala, seperti sakit atau dipecat oleh majikan, yang membuat mereka terlantar.

Banyak dari mereka juga terjaring petugas dan tidak bisa menunjukkan dokumen resmi sebagai tenaga kerja migran, sehingga harus dideportasi. Tahun ini saja, enam orang dari Kuningan sudah dipulangkan, namun satu di antaranya harus dimakamkan di luar negeri karena alasan biaya.

Yanto menyatakan bahwa data mengenai jumlah PMI ilegal asal Kuningan tidak dapat diperoleh, karena mereka tidak terdaftar di Disnakertrans. Namun, beberapa daerah di Kuningan dikenal sebagai tempat banyaknya PMI ilegal, seperti Kelurahan Awirarangan, Purwawinangun, dan Windusengkahan.

“Dari Awirarangan saja, ada sekitar 800 orang yang bekerja sebagai PMI di berbagai negara seperti Malaysia, Arab Saudi, dan Singapura, dan mayoritas berangkat secara ilegal. Mereka umumnya bekerja di sektor tanpa keterampilan, seperti pembantu rumah tangga atau buruh kebun,” jelas Yanto.

Sementara itu, untuk PMI yang resmi, Yanto menjelaskan bahwa setiap tahun, Kuningan memberangkatkan kurang dari 200 orang. Dari Januari hingga September tahun ini, hanya 147 orang yang berangkat untuk bekerja di luar negeri secara resmi.

“PMI yang berangkat secara resmi sudah melalui lembaga penyalur tenaga kerja dan mendapatkan pelatihan yang sesuai, baik dalam bidang keahlian maupun bahasa dan budaya negara tujuan. Mereka biasanya ditempatkan di perusahaan resmi dan terlindungi secara hukum, serta mendapatkan asuransi. Gaji mereka pun bervariasi, mulai dari Rp 13 juta hingga Rp 30 juta,” ujar Yanto didampingi Staf Pengantar Kerja Ahli Muda, Satibi.

Yanto menyarankan agar warga Kuningan yang ingin bekerja ke luar negeri melakukannya melalui jalur resmi, menggunakan lembaga pelatihan yang ada di Kuningan atau wilayah lain. Langkah ini diharapkan dapat menjamin keamanan dan kesejahteraan para PMI.

“Dalam waktu dekat, Kuningan memiliki sekitar 10 lembaga pelatihan kerja luar negeri yang mengarahkan calon PMI ke negara-negara seperti Jepang, Brunei Darussalam, Hongkong, dan Singapura. Beberapa dari mereka sudah berhasil memperbaiki taraf hidup keluarga di kampung halaman,” tutup Yanto.***