Suarabmi.co.id – Pada 16 Desember 2024, Kejaksaan Distrik Shilin Taiwan mengumumkan bahwa kapten dan wakil kapten kapal berbendera Indonesia dijatuhi denda NT$13 juta (sekitar Rp6,4 miliar).
Hal ini dikarenakan adanya bukti kelalaian dalam penanganan bahan kimia berbahaya yang menyebabkan polusi udara di Pelabuhan Taipei. Denda ini menjadi syarat penundaan penuntutan terhadap keduanya.
Dalam laporan CNA yang dikutip Suarabmi, kejadian ini berawal pada 22 Agustus, ketika kapal pengangkut gas cair gagal memastikan peralatan pelepas tekanan dan pembersih tangki berfungsi dengan baik saat membongkar vinil klorida (VCM) di Pelabuhan Bali, Kota New Taipei.
Baca juga: Izin Kerja dan Dokumen Ditahan, Pekerja Migran di Taiwan Protes Kejamnya Agensi!
Gas VCM yang bertekanan tinggi bocor dan mencemari udara di pelabuhan tersebut.
Pada 18 Oktober, kapal yang sama kembali ke Pelabuhan Taipei untuk membongkar VCM. Namun, kejaksaan menyatakan bahwa kelalaian serupa terjadi.
Kali ini, kapal menggunakan air sabun untuk mendeteksi kebocoran pipa tanpa memeriksa atau memperbaiki peralatan kapal secara menyeluruh, yang menyebabkan kebocoran berlanjut.
Kejaksaan menyebutkan bahwa VCM merupakan bahan kimia berbahaya, yang termasuk dalam kategori gas mudah terbakar, bertekanan tinggi, serta bersifat mutagenik dan karsinogenik.
Baca juga: Perawat di Taiwan Ketiban Rezeki Warisan dari Majikan, Keluarga Ahli Waris Ngamuk!
Kejaksaan menegaskan bahwa selama pengangkutan bahan kimia berbahaya, kapal harus memastikan peralatan yang digunakan berada dalam kondisi baik untuk menghindari kebocoran yang berpotensi mencemari udara.
Proses penyidikan ini dipimpin oleh Jaksa Chiu Hsien-ming dengan melibatkan kepolisian, Kementerian Lingkungan (MOENV), dan Biro Pelabuhan Maritim (MPB).
Dengan bantuan Fu Jen Catholic University, kejaksaan berhasil mengonfirmasi adanya kebocoran bahan kimia beracun, yang memaksa kapal melakukan perbaikan menyeluruh untuk mengurangi pencemaran lebih lanjut.
Baca juga: Cerai karena Pihak Ketiga, Artis Ini Sebut Sang Ayah jadi TKI karena Tak Kunjung Jenguk Sang Anak
Sebagai bagian dari penyelesaian kasus, kejaksaan memutuskan untuk menunda penuntutan terhadap kapten dan wakil kapten kapal tersebut setelah mereka melakukan perbaikan dan lulus inspeksi ulang dari otoritas pelabuhan.
Selain denda yang dikenakan oleh kejaksaan, Kementerian Lingkungan Hidup juga memberikan sanksi administratif berupa denda NT$3 juta (sekitar Rp1,5 miliar) kepada perusahaan kapal atas pelanggaran Undang-Undang Pengendalian Pencemaran Udara.
MPB juga mengenakan denda NT$700 ribu (sekitar Rp350 juta) terkait pelanggaran pelaporan kejadian yang tidak sesuai prosedur.***