Suarabmi.co.id – Istilah zero cost merujuk pada program atau sistem yang tidak membebankan biaya kepada para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ingin bekerja di luar negeri.
Dalam konteks ini, zero cost berarti tidak ada biaya yang dibebankan kepada TKI untuk proses perekrutan, pelatihan, pengurusan dokumen, atau biaya lainnya yang biasanya terkait dengan pengiriman pekerja migran.
Pada umumnya, biaya untuk menjadi TKI bisa meliputi biaya pengurusan visa, tes kesehatan, pelatihan, tiket pesawat, dan lainnya.
Baca Juga: Masih Ada yang Ngeyel di Atas 40 Tahun Masih Bisa Nggak jadi TKI? Ini Jawabannya
Namun, dalam program zero cost, biaya-biaya ini biasanya ditanggung oleh pemerintah, perusahaan perekrut, atau pihak lainnya yang terlibat dalam pengiriman tenaga kerja.
Tujuannya adalah untuk meringankan beban biaya yang harus ditanggung oleh calon TKI, sehingga mereka bisa bekerja di luar negeri tanpa harus mengeluarkan uang terlebih dahulu.
Hingga berita ini diturunkan, negara yang menerapkan zero cost adalah Hongkong dan Malaysia, seperti yang dikutip dari akun tiktok @massponsor.
Dengan kata lain, TKI tidak perlu mengeluarkan biaya apapun selama proses perekrutan dan pengiriman tenaga kerja.
Namun, penting untuk memastikan bahwa pihak PT (perusahaan penyalur tenaga kerja) telah membuat perjanjian tertulis yang menyatakan bahwa tidak ada biaya yang akan diminta dari TKI.
Jika terdapat pelanggaran terhadap perjanjian ini, dan PT atau PJTKI meminta uang dari TKI, maka TKI memiliki hak untuk melaporkan hal tersebut, dan bahkan izin PJTKI bisa dicabut sebagai sanksi.
Oleh karena itu, calon TKI perlu selalu memastikan bahwa perjanjian ini jelas dan tidak ada biaya tersembunyi yang bisa merugikan mereka.***
