Suarabmi.co.id – Serikat buruh Indonesia yang tergabung di Taiwan mengancam akan melakukan demonstrasi jika Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, menyetujui rencana penerbitan paspor khusus untuk pekerja migran Indonesia (PMI).
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Ketua Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas (GANAS), Fajar, pada Jumat 13 Desember 2024.
Kritik terhadap kebijakan paspor khusus tersebut mulai muncul sejak hampir sebulan lalu setelah Menteri Karding menyatakan niatnya yang kemudian menuai protes dari organisasi buruh di Taiwan, termasuk GANAS dan Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI).
Baca juga: Tragis, PMI Taiwan ini Tewas Tertabrak Mobil di Miaoli! Pengemudi Mabuk Berat
Dikutip Suarabmi dari hasil wawancara eksklusif bersama CNA pada Jumat, Fajar menyatakan keberatannya terhadap ide paspor khusus yang dianggapnya justru merendahkan posisi PMI.
Kritik ini berawal dari pernyataan Karding setelah bertemu dengan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, pada 20 November.
Dalam pertemuan itu, Karding mengungkapkan bahwa Kementerian P2MI dan Kementerian Imigrasi akan bekerja sama untuk meningkatkan perlindungan pekerja migran Indonesia dan mencegah korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Baca juga: Tragis, PMI Taiwan ini Tewas Tertabrak Mobil di Miaoli! Pengemudi Mabuk Berat
Agus Andrianto juga menyebut PMI sebagai pahlawan devisa yang harus mendapatkan perlindungan negara.
Namun, Fajar berpendapat bahwa pembedaan paspor untuk PMI tidak diperlukan.
“Jika pemerintah ingin mengetahui apakah orang tersebut PMI atau bukan, kan bisa dilihat dari visa-nya, bukan malah membedakan paspornya,” ujar Fajar, yang sudah aktif di serikat buruh Taiwan selama lebih dari sepuluh tahun.
Fajar juga menambahkan bahwa pemerintah seharusnya lebih fokus pada pelaksanaan peraturan yang sudah ada daripada memperkenalkan kebijakan baru terkait paspor.
Baca juga: Peluang Emas Bagi PMI! Taiwan Siapkan Amnesti Bagi 80.000 Pekerja Migran Ilegal di Negaranya
“Daripada mengeluarkan pernyataan yang malah membuat PMI merasa direndahkan, lebih baik pemerintah fokus pada pelaksanaan aturan yang sudah ada, seperti Peraturan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Nomor 09 Tahun 2020,” kata Fajar.
Sebelumnya, BP2MI mengeluarkan peraturan tersebut pada Juli 2020 mengenai pembebasan biaya penempatan pekerja migran Indonesia, yang menurut Fajar masih belum sepenuhnya diterapkan.
Menurut Fajar, alasan yang digunakan pemerintah mengenai pembuatan paspor khusus PMI untuk mencegah TPPO tidaklah tepat.
“Masalah yang membuat banyak pengiriman PMI ilegal adalah tingginya biaya penempatan. Saya pernah mendapat laporan bahwa biaya penempatan di Taiwan, khususnya untuk sektor pabrik, hampir mencapai Rp 100 juta. Ini membuat banyak PMI memilih jalur ilegal yang lebih murah,” jelas Fajar.
Baca juga: Jualan di Arab Saudi Umur 14 Tahun dan Tak Lulus SD, Kini Mantan TKW ini Bergelimang Harta
Fajar menekankan bahwa untuk memerangi TPPO, perbaikan harus dilakukan dari hulu. “Kita harus memastikan agar PMI tidak terjebak dengan calo atau pihak-pihak yang memanfaatkan mereka dengan biaya yang tidak wajar,” tambahnya.
Mengenai kemungkinan disahkannya paspor khusus PMI, Fajar menyatakan bahwa serikat buruh di Taiwan akan menggelar demonstrasi jika kebijakan tersebut diterapkan.
“Jika aturan baru mengenai pembedaan paspor PMI ini benar-benar disahkan, berarti pemerintah tidak hanya mendiskriminasikan PMI, tetapi juga merendahkan mereka,” tegas Fajar.
Fajar menilai kebijakan tersebut justru akan memperburuk keadaan PMI dan tidak menyelesaikan masalah yang lebih mendasar.
Baca juga: Bandung Barat Ada di Urutan ke Empat Penyumbang PMI Ilegal dari Jabar
“Pemerintah seharusnya fokus pada perlindungan nyata dan implementasi aturan yang sudah ada, bukan hanya kebijakan teknis yang tidak memberikan manfaat langsung,” ujarnya.
Fajar juga memberikan pesan kepada Menteri Karding, berharap kementerian yang baru ini lebih terbuka untuk berdialog dengan PMI dan organisasi-organisasi buruh sebelum mengeluarkan kebijakan baru.
“Dengan peningkatan status BP2MI menjadi kementerian, seharusnya pemahaman tentang pelindungan PMI juga semakin tinggi, apalagi dengan anggaran yang lebih besar. Kebijakan apapun yang diambil seharusnya melibatkan diskusi dengan PMI dan organisasi yang berperan dalam ketenagakerjaan,” katanya.
Baca juga: Tragis, TKI Asal Blitar Kembali ke Indonesia Buta setelah Didera Siksaan Bertubi di Arab Saudi!
Sementara itu, CNA mencoba menghubungi analis ketenagakerjaan dan imigrasi di Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei, namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan yang diberikan terkait isu paspor khusus tersebut.
Di akhir wawancara, Fajar juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap perubahan kebijakan mengenai masa berlaku paspor WNI yang diperpanjang di luar negeri, yang sebelumnya berlaku sepuluh tahun, namun kini kembali menjadi lima tahun.
“Saya sempat merasa senang karena sebelumnya masa berlaku paspor diperpanjang hingga sepuluh tahun. Hal ini tentu sangat menguntungkan PMI, agar mereka tidak perlu sering-sering mengurus paspor dengan biaya yang merugikan. Namun, tiba-tiba masa berlaku paspor kembali diubah menjadi lima tahun, saya sangat kecewa,” ungkap Fajar.***