Suarabmi.co.id – Khaidir, seorang pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal yang kedapatan membawa 19 kilogram sabu, terhindar dari hukuman mati.
Dalam sidang yang berlangsung pada Kamis (12/12), Pengadilan Negeri Batam menjatuhkan vonis pidana seumur hidup kepadanya.
Majelis hakim yang memimpin persidangan, yang diketuai oleh Monalisa, menyatakan bahwa Khaidir terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 114 Ayat 2 Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009.
Baca juga: Jangan Rendahkan PMI! Serikat Buruh di Taiwan Siap Bergerak Jika Paspor Khusus Disetujui
Khaidir terbukti terlibat dalam pemufakatan jahat sebagai perantara narkoba, serta memiliki dan menyimpan sabu.
“Perbuatan terdakwa haruslah dihukum sesuai dengan apa yang dilakukan,” ujar Monalisa dalam sidang dalam laporan Batam Pos yang dikutip suarabmi.co.id.
Hakim Monalisa juga menjelaskan bahwa ada sejumlah hal yang memberatkan hukuman Khaidir, antara lain ketidakberpihakannya terhadap upaya pemberantasan narkotika yang digalakkan pemerintah.
Khaidir diketahui terlibat dalam sindikat narkoba internasional dan telah memiliki catatan hukum sebelumnya.
Baca juga: Tragis, PMI Taiwan ini Tewas Tertabrak Mobil di Miaoli! Pengemudi Mabuk Berat
Namun, hal yang meringankan adalah sikap kooperatif terdakwa serta penyesalan yang ditunjukkan Khaidir.
“Memperhatikan unsur pasal telah terpenuhi, maka menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan seumur hidup penjara,” tambah Monalisa.
Menyikapi keputusan tersebut, Khaidir yang didampingi oleh penasihat hukum dari LBH Suara Keadilan langsung menyatakan pikir-pikir atas putusan itu.
Jaksa Penuntut Umum juga mengungkapkan hal serupa. “Saya pikir-pikir yang mulia,” kata Khaidir.
Baca juga: Peluang Emas Bagi PMI! Taiwan Siapkan Amnesti Bagi 80.000 Pekerja Migran Ilegal di Negaranya
Sebelumnya, jaksa penuntut umum Arfian telah menuntut hukuman mati terhadap Khaidir.
Pasalnya, Khaidir diketahui bertindak sebagai perantara untuk mengirimkan sabu seberat 19 kilogram yang didatangkan dari Malaysia ke Batam. Sebagai imbalannya, ia dijanjikan sejumlah uang yang cukup besar.
Dalam pembelaannya, kuasa hukum Khaidir, Vierki Siahaan dan Cristopher, meminta agar hakim memberikan keringanan hukuman.
Mereka beralasan bahwa klien mereka hanya bertindak sebagai perantara dan bukan sebagai bandar narkoba.***