Scroll untuk baca artikel
Kabar BMI

Pengakuan ABK Indonesia Tetap Dipekerjakan di Kapal saat Taifun Krathon, Kapal Terombang-ambing dan Sembunyi di Toilet

×

Pengakuan ABK Indonesia Tetap Dipekerjakan di Kapal saat Taifun Krathon, Kapal Terombang-ambing dan Sembunyi di Toilet

Sebarkan artikel ini

Suarabmi.co.id Ketika Taifun Krathon menerjang, Direktorat Jenderal Perikanan (FA) mengingatkan bahwa pemilik kapal yang membiarkan Anak Buah Kapal (ABK) migran Indonesia tetap berada di kapal berpotensi menghadapi denda sebesar NT250.000 (sekitar Rp120.591.132).

Dalam situasi darurat ini, sejumlah ABK di Donggang, Pingtung, terpaksa bertahan di kapal mereka untuk menjaga agar tali tambat tetap aman di tengah angin kencang.

“Pagi ini, angin sangat besar dan menakutkan. Sebagian besar rekan-rekan masih ada di kapal, dan evakuasi sudah terlambat,” ungkap Muzakir, Ketua Forum Silaturahmi Pelaut Indonesia (FOSPI), dikutip suarabmi.co.id dari CNA.

Baca juga: Kebakaran Maut di Rumah Sakit Pingtung di Tengah Bencana Taifun, Ada 9 Korban Jiwa

Dikatakan bahwa ada ribuan ABK yang tetap berada di kapal, baik yang bekerja di kapal-kapal long line maupun sebagai nelayan migran. Selain itu, banyak kapal CT 2 dan 3 (kapal jarak dekat di bawah 100 ton) serta CT 4 dan 5 (kapal jarak jauh di atas 100 ton) yang masih bersandar di pelabuhan Donggang.

Muzakir juga melaporkan bahwa pada sore hari, pemadaman listrik telah terjadi, yang mengganggu komunikasi di area tersebut.

Sementara itu, Muslimin, seorang nelayan migran, mengungkapkan pengalamannya tetap tinggal di kapal di pelabuhan Cijin, Kaohsiung.

Ia merasakan ketakutan ketika angin kencang menghantam kapal. “Saat menuju toilet, saya merasa takut karena kapal terombang-ambing,” ceritanya.

Baca juga: Tragedi Taifun Krathon: 2 Tewas dan 123 Terluka, Wilayah Terparah Terlihat Rusak!

Muslimin mencatat bahwa banyak kapal kecil CT 3 berada di pelabuhan, dengan beberapa ABK lainnya juga berjaga di atas kapal. Ia tidak bisa tidur nyenyak semalaman, sering terbangun untuk memastikan tali kapal tetap aman dan mencegah tabrakan dengan kapal lain.

Majikannya hanya datang sekali sehari untuk memeriksa keadaan dan memberikan bahan makanan. Meskipun dalam situasi genting, Muslimin dan teman-temannya tetap memasak di kapal menjelang kedatangan taifun.

Panduan FA mengenai “Prinsip Penanganan Kapal Perikanan” menekankan bahwa awak kapal penangkap ikan di atas 100 ton harus cukup untuk tinggal dan memperkuat penambatan. Jika angin semakin kuat, pemerintah setempat perlu menilai kebutuhan evakuasi.

Baca juga: Dua TKW Diperalat Pria Malaysia untuk Selundupkan Sabu, Salah Satunya Didekati dan Dipacari

Hsueh Po-yuan, Kepala Divisi Tenaga Kerja FA, menjelaskan bahwa pemerintah daerah berhak mengeluarkan perintah evakuasi bagi awak kapal.

Pemilik kapal yang tidak mematuhi perintah tersebut dapat dikenakan denda antara NT$50.000 hingga NT$250.000.

Namun, Hsieh Chun-yi, pejabat di Kantor Manajemen Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pingtung, mencatat tantangan dalam penegakan aturan ini.

Baca juga: Tragedi di Lombok Timur, Pria Ditemukan Tak Bernyawa Saat Istrinya Bekerja sebagai TKW

Ia menjelaskan bahwa pada Rabu, pemerintah daerah memerintahkan semua kapal penangkap ikan untuk mengevakuasi awaknya. Namun, pada sore harinya, mereka mengizinkan ABK migran untuk tetap berada di kapal.

“Para asosiasi mengungkapkan kekhawatiran tentang putusnya tali tambat, yang dapat menyebabkan kapal terombang-ambing dan bertabrakan,” kata Hsieh.

FA mengakui pentingnya mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan berencana berkonsultasi dengan asosiasi perikanan untuk meninjau kembali aturan yang ada.

Baca juga: Dijebak Sesama PMI di Arab Saudi, Nurlela Babak Belur di Tangan Pasangan Suami Istri Yaman-Bangladesh

Di sisi lain, Kadir, analis ketenagakerjaan KDEI, telah dua kali mengingatkan agar keselamatan ABK nelayan menjadi prioritas dalam menghadapi taifun.

Ia menyarankan agar majikan mempertimbangkan penggunaan teknologi pemantauan otomatis untuk memantau kondisi kapal dari jarak aman.

Kadir juga menekankan pentingnya akomodasi bagi pekerja migran saat pemerintah menerapkan langkah-langkah tanggap bencana.

Pekerja harus bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menyediakan tempat pemukiman sementara yang memadai, dengan fasilitas yang layak.***

==

Bukan di copy caranya, di share...

SUWUN