Suarabmi.co.id – Kiki, seorang pekerja migran asal Indonesia, mengalami kecelakaan lalu lintas yang mengubah hidupnya secara drastis. Kecelakaan tersebut terjadi ketika Kiki mengendarai sepeda motor di Taiwan.
Awalnya Kiki tidak merasakan gejala yang mengkhawatirkan, ia bahkan melanjutkan rutinitasnya bekerja selama 7 hingga 10 hari setelah kejadian tragis itu.
Namun, ketika gejala mulai muncul, seperti mual yang terus-menerus, Kiki segera dirawat di rumah sakit setempat.
Baca Juga: Kang Alman, TKI Arab Saudi yang Tengah Naik Daun Ini Beberkan Ambil Mobil di Arab Nggak Ada Bunga
Diagnosis medis mengungkapkan cedera serius pada tulang leher, tulang punggung, dan bagian kepala belakangnya, mengharuskan Kiki menjalani perawatan intensif dan operasi mendesak.
Tragisnya lagi, Kiki dilaporkan tetap bekerja dalam kondisi cedera, tanpa tindakan preventif atau perlindungan yang memadai dari majikan dan agensinya.
Bahkan, ada laporan bahwa agensi yang mewakili Kiki memaksa keluarganya untuk membayar biaya rumah sakit dengan mengancam cuti dan sanksi lainnya.
Baca Juga: Diundang Nuna Yuna, Orang Ini Ungkap Pengalamannya jadi PMI
Dikutip dari youtube Faisal Soh pada Selasa 10 Juli 2024 pihak otoritas Taiwan, termasuk Kementerian Ketenagakerjaan dan Kedutaan Besar Indonesia di sana, telah ikut terlibat dalam menangani kasus ini.
Mereka memfasilitasi komunikasi antara Kiki, keluarganya, dan pihak agensi untuk memastikan hak-hak Kiki terpenuhi, termasuk perawatan medis dan kompensasi yang sesuai.
Dalam pernyataan resmi, Kementerian Ketenagakerjaan Taiwan menekankan pentingnya perlindungan hak-hak TKI sesuai dengan hukum setempat dan internasional.
Mereka juga menyoroti perlunya pencegahan lebih lanjut terhadap insiden serupa di masa depan, termasuk peningkatan pengawasan terhadap kondisi kerja dan perlindungan kesehatan pekerja migran.
Baca Juga: Ribuan Barang TKI Terjebak di Semarang, Paketanmu Sudah Nyampek Belum Guys?
Meskipun kasus ini masih dalam proses investigasi dan penyelesaian, ini menyoroti tantangan besar yang dihadapi oleh TKI di luar negeri. Banyak dari mereka bekerja di lingkungan yang tidak familiar dengan bahasa dan hukum, membuat mereka rentan terhadap eksploitasi dan penyalahgunaan.
Harapan untuk Kiki dan yang lainnya adalah agar kasus ini dapat memberi pembelajaran berharga bagi semua pihak terlibat, baik pemerintah, majikan, maupun agensi penyalur tenaga kerja.
Perlunya peningkatan perlindungan hukum dan sosial bagi TKI menjadi lebih mendesak, dengan memastikan bahwa setiap kasus cedera atau pelanggaran hak dapat ditangani dengan cepat dan adil.***
